YU KE BADUY!!!....





Pernahkah kita mendengar tentang SUKU BADUY ? Suku Baduy adalah suku yang kental dengan kearifan lokalnya, ketat hukum adatnya, patuh terhadap amanah leluhurnya, serta kesederhanaanya.

 

Suku baduy merupakan salah salah satu destinasi wisata yang berada di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Indonesia.

 

Sekitar tanggal 20 Oktober 2021 Komunitas Bloger Lebak ( KBL ) mengadakan kunjungan ke SUKU BADUY  yang kebetulan di sana ada salah satu teman komunitas bloger Lebak yang tinggal di sana yaitu Bapak Asep Kurnia, S. Pd. Beliau adalah seorang penulis handal yang telah menerbitkan bukunya tentang kebaduyan.

 

Kami pun berangkat dari rumah sekitar pukul 08.00 bersama Ibu Tini yang biasa kami panggil Ambu, Ibu Aam, Ibu Pipit, pak Dadang, dan Pak Dian. Mobilpun meluncur dari arah Cipanas ke Ciboleger dengan santai dan penuh kekeluargaan dengan sesekali sharing tentang pengalaman menulis.

 

Sekitar pukul 10.00 kami pun sampai di kediaman Bapak Asep Kurnia yang biasa dipanggil pak Askur. Pak Askur langsung menyambut kami dengan ramah dan santun serta mempersilahkan kami duduk dengan lesehan, yang sudah dipenuhi minuman dan makanan. Kami pun langsung duduk dan  berbincang – bincang ke sana dan kemari sekaligus mendapat motivasi dan ilmu yang berharga tentang kiat - kiat menulis dari pak Askur.

 

Pak Askur pun memberikan buku dan quotes yang membuat saya termotivasi untuk terus menulis dan menulis dengan niat lillah karena Allah ta'ala. quotes  yang diberikan pak Askur yaitu " MENULIS ITU IBADAH, DENGAN MENULIS ARTINYA ANDA SEDANG DAN TERUS AKAN BERIBADAH, MAKA MENULISLAH ... MENULISLAH UNTUK INVESTASI AKHIRAT."Quotes dari beliau sungguh menggugah semangatku dalam menulis, bukan hanya sekedar mencari materi tetapi lebih mengena terhadap hal ibadah dan ridho ilahi

 

Setelah berbincang ke sana dan kemari kami dijamu dengan jamuan istimewa di kasih makan siang dengan menu yang menggoda selera yaitu dengan nasi anget,  udang saus tiram, cumi saus tiram, ikan asin, tumis kangkung sambal dan lalapan.

 

Setelah makan langsung siap - siap untuk menjelajah ke Suku Baduy yang tidak jauh dari rumah pak Askur.

 

Tak berselang sepermpat jam kami sampai di  tugu pertama kawasan Ciboleger, kamipun berfoto bareng di sana karena konon katanya Orang yang datang ke Ciboleger tidak sah kalo belum berfoto di sana. Setelah berfoto di tuggu kami pun mulai masuk gerbang kawasan luar baduy, lagi - lagi kami berfose di sana dan langsung  menuju baduy luar menuju tugu untuk berfose lagi.

 

Setelah berfose ditugu perbatasan luar baduy dan baduy luar kami menunuju Kp. Kadu Ketug yaitu Kampng perbatasan antara luar baduy dan baduy luar atau perbatasan antara tanah pemerintah dan tanah ulayat.

 

Kami pun langsung memasuki Kp. Baduy dan  tercengang ketika melihat kebersihan, dan kesederhanaan penduduknya, tak terlihat sampah yang beserakan, tak terlihat kemewahan, semua begitu alami dan asri. Kami melihat susunan rumah yang sejajar menghadap utara selatan dengan atap yang nyulah nyanda yang mengandung filosofi bahwa masyarakat baduy taat pada PIKUKUH KARUHUN serta AMANAT LELUHUR yang tidak boleh atap rumah menghadap timut barat. ( jelas Pak Askur ).

 

Sambil terus berjalan  Pak Askur pun terus menjelaskan tentang Baduy. Menurut penjelasan Pak Askur bahwa baduy itu terbagi 3 dan mempunyai aturan - aturan masing - masing. 

 

Pertama Luar baduy yaitu masyarakat Baduy yang ingin keluar dari kebaduyannya. mereka tidak tinggal di tanah ulayat tapi keluar dari tanah ulayat serta boleh membangun rumah dengan ala modern, misalmya rumah tembok, punya elektronik, masak pake kompor gas dll. Pokoknya kehidupannya sesuai dengan masyarakat kita pada umumnya. 

 

Kedua baduy luar yaitu masyarakat Baduy yang keluar dari baduy dalam karena melanggar aturan tatanan baduy dalam dan ingin menetap di Baduy luar. Aturan - aturan Baduy luar lebih fleksibel dan lebih longgar, misalnya penduduk Baduy luar boleh berdagang, boleh pake sendal, boleh rumahnya dihias, boleh rumahnya 2 pintu dll.

 

ketiga Baduy Dalam yaitu suku baduy yang ketat aturan - aturannya, misalnya tidak boleh pake sendal, memakai barang - barang modern, rumah tidak berjendela, rumah tidak boleh 2 pintu, tidak boleh naik kendaraan dll.

 

Pak Askur pun berhenti untuk mengajak berbincang sambil duduk lalu beliau melanjutkan pembicaraan tentang asal usul nama Suku Baduy, menurut beliau tidak ada yang tahu kapan nama suku baduy disematkan, namun sebutan Baduy melekat pada orang – orang yang tinggal di kaki pegunungan Kendeng di Desa Kanekes Kecamaatan Leuwidamar Lebak – Banten.

 

Baduy itu memiliki ciri khas yang unik dibanding dengan masyarakat yang ada di sekitar dan masyarakat yang ada di daerah banten lainnya, ujar beliau. Sambil menghela nafas beliau melanjutkan bicara, keunikan Suku Baduy terlihat dari cara berpakain, keseragaman bentuk rumah. Penggunaan bahasa,   kepercayaan dan adat istiadat.

 

Kami semakin penasaran dan terkesima mendengar penuturan Pak Askur. Pak Askur melanjutkan bicara “Baduy sebenarnya adalah sasaka dari sebuah nama sungai jaman dulu bernana “ SUNGAI CIBADUY” yang mengalir disekitar tempat tinggal mereka juga berdasarkan nama salah satu Bukit yang berada di tanah Ulayat yaitu Bukit Baduy.

 

Salah satu diantara kami pun ada yang bertanya “ kenapa ada yang menyebut Rawayan  dan juga ada yang menyebut Kanekes? “ langsung Pak Askur pun  menjelaskan, munculnya istilah dan sebutan Rawayan yaitu adanya bentuk jembatan yang terbuat dari bambu yang banyak bergelantungan tali dan bambu yang dipasang ke atas, menurut istilah sunda “ngaraweuy “ sebagai pengikat agar jembatan tersebut kuat. Nah dari situlah munculnya istilah Rawayan.

 

Lalau bagaimna dengan sebutan Kanekes? ujar beliau “Kata Kanekes sebenarnya masih jadi perdebatan dikalangan mereka bahkan sebagian tokoh adat tidak berkenan mereka disebut Suku Kanekes mereka lebih senang disebut dengan sebutan Suku Baduy.

 

Lalu kenapa disebut Kanekes? Salah satu diantara kami bertanya kembali, “Munculnya istilah Kanekes adalah sebutan untuk nama wilayah pemerintahan Desa tempat tinggal mereka sekarang. Istilah Kanekes buat masyarakt Baduy adalah hal yang baru yaitu untuk menyambut atau memberi nama jaro pemerintahan yang bertugas untuk penyambung urusan atau acara / kegiatan  - kegiatan dari Baduy  ke luar Baduy atau kepemerintahan negara yang pada waktu itu dipusatkan dipemerintahan Cibeo, kebetulan waktu itu ada salah seorang tokoh bernama “ KI KANEKES” nah dari situ pemerintahan Desa diberi nama Kanekes. Jelas Pak Askur

 

Setelah istirahat cukup kami langsung diajak menelusuri Kampung Baduy kembali bahkan bertemu dengan wanita cantik alami namaya “ Dewi” kami berbicang – bincang bincang – bincang sebentar lalu melanjutkan perjalanan kembali menuju Lumbung padi atau leuit.

 

Sampai di leuit terlihat leuit berjejer rapi,Pak Askur pun menjelaskan kembali tentang leuit " leuit adalah tempat penyimpanan padi yang sudah dikeringkan, tujuannya adalah untuk mengantisipasi hal - hal buruk yang akan terjadi manakala terjadi kemarau atau paceklik.

Bahkan pemangku adat Baduy mewajibkan agar setiap kepala keluarga baduy wajib memiliki leuit tujuannya adalah agar masyarakat Baduy tatap sejahtera walau di musim paceklik.

Sungguh pemikiran dan pandangan hidup  yang luar biasa, memikirkan sesuatu yang jauh ke depan demi kehidupan yang seimbang dan stabil. Ujar pak Askur.

 

Berapa jumlah kampung yang ada di Baduy? Salah seorang diantara kami ada yang bertanya kembali dan pak Askur pun dengan sabar menjelaskan kepada kami “ jumlah kampung pada tahun 2019 sekitar 64 kampung, entahlah kalo sekarang, mungkin sudah bertambah lagi karena penduduk masyarakat Baduy seriap tahun semakin bertambah. 

 

Ingat ada yang unik dari baduy ujar Pak Askur. Sepontan kami bertanya apa itu ? Suku Baduy tidak boleh dikunjungi pada bulan – bulan tertentu karena mereka sedang berpuasa yaitu pada bulan Kawalu tembey ( kasa ), Kawalu tengah ( Karo ),  Kawalu tutug (katiga). Jawab pak Askur.

Oooh  begitu ya... ternyata Baduy pun ada kewajiban berpuasa layaknya agama kita Islam ujarku.

 Selesai berbincang - bincang di leuit, ahirnya kami diajak pulang dan singgah di tempat Bu lurah, berbincang – bincang sebentar dengan istrinya karena kebetulan pak lurah sedang tidak di rumah dan langsung pulang menuju rumah Pak Askur.

 

Kamipun membuka timbel kembali dan makan dengan lahapnya karena cape turun naik melewati turunan dan tebing. Pokonya seru banget.

 

Setelah makan kami pamitan dan langsung pulang.

 

Sebetulnya masih banyak keunikan – keunikan tentang Baduy yang diceritakan Pak Askur, lain kali saya ingin mempelajari dan menulis kembali tentang kesukuan baduy.

 

Yu yang belum pernah ke baduy silahkan main ke baduy unik dan asri lhoo….

 

By

Mar’ah Sapitri

 

 

 

 


Komentar

  1. siiip
    asyik, asri yah bahkan aku pernah tinggal d sana mendampingi suami waktu itu dines d sana

    BalasHapus
  2. Wow mantap ..👍
    Suku Baduy memang seperti tak pernah habis untuk di ceritakan

    BalasHapus
  3. Iya Bu kalo ditulis bisa JD lebiy dari satu buku hehe

    BalasHapus
  4. Keren Bu...sungguh cerita menarik ttg Baduy. Yg belum ke sana jd termotivasi.

    BalasHapus
  5. Keren bu....serasa di ceritain pak askur hehe... semngat

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Qadarullah tak bisa mengelak

Al - Insan

Lebaran